Jumat, 27 November 2015

Bang Fadly, ADK Segudang Prestasi!

= = = Bang Fadly, ADK Segudang Prestasi! = = =
Alhamdulillah. Ikhwa fillah, kali ini saya akan mencoba berbagi kisah inspiratif dari seorang Aktivis Dakwah Kampus (ADK) asal Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak-Kalimantan Barat, Fadly Irmawan, begitulah nama lengkapnya.

= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = ======
Bang Fadly, ADK Segudang Prestasi!
Di semester satu kuliahnya, dia ditertawakan banyak orang hanya karena mengatakan bahwa dia ingin ke luar negeri. Mimpi yang terlalu muluk memang, untuk ukuran seorang anak wartawan yang harus membiayai kuliahnya dengan keringat dan usahanya sendiri. Namun bukan aktivis dakwah kampus namanya, kalau harus menangis di bawah tertawaan orang lain. Maka dia Bangkit! Membuktikan bahwa selama ada Allah di samping kita, kesuksesan hanyalah soal waktu. Saat ini, mantan ketua Pusat Komunikasi Daerah (Puskomda) FSLDK Kalimantan Barat ini telah berhasil menjejakkan kaki di 30 negara berbeda! Sebuah pembuktian telak bagi mereka yang selama ini menertawakannya.
Tidak hanya itu, aktivis dakwah kampus yang menguasai 5 bahasa ini juga pernah menorehkan namanya di ajang paling bergengsi di kalangan mahasiswa dengan menjadi Mahasiswa Berprestasi Ke-3 Tingkat Nasional! Benar-benar sebuah pencapaian yang membuat kita geleng-geleng kepala. Saat ini, pria yang tidak pernah meninggalkan sholat malamnya ini sedang menyelesaikan pendidikannya di program pasca sarjana ITB dengan mengantongi beasiswa LPDP.
Waktu saya tanya apa tanggapan beliau kalau LDK disebut sebagai sarang teroris, beliau mengatakan “Udah, kasih senyum aja. Buktikan dengan prestasi dan karya-karya besar kita. Toh nyatanya, orang-orang besar yang lahir dari LDK itu jumlahnya udah nggak keitung lagi. Iya kan? Maka justru seharusnya, mereka berterimakasih kepada FSLDK!”
Sobat muda @fsldkindonesia.. Yuk, bercengkerama bareng aktivis dakwah kampus keren yang satu ini.. Please welcome, Bang Fadly..
Maaf menyela bentar, hehe. Sebelum kita mulai tulisan ini, FYI aja, akhir bulan ini Bang Fadly mau berangkat ke Swiss untuk sebuah acara yang berkaitan dengan studinya. Kalau jadi, insyaallah beliau juga sekalian nyiapin berbagai hal dalam rangka melanjutkan S3 nya disana. Kita doakan yak, semoga aktivis dakwah inspiratif yang satu ini mendapat kelancaran dalam urusan-urusannya.. Aammiiinn..
Well, kembali ke laptop! Sekarang saatnya kita kupas tentang Bang Fadly..
Segudang prestasi dan organisasi
Nama lengkap beliau Fadly Irmawan. Menguasai lima bahasa: Inggris, Jepang, Perancis, Arab, dan Hangeul. Ayah beliau seorang wartawan, sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga. Beliau adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Nah, kita mulai perjalanan kesuksesan Bang Fadly ini dari diterimanya beliau di Fakultas MIPA Jurusan Biologi Universitas Tanjung Pura. Waktu ospek kampus, di tahun 2005, beliau sempat mengatakan kepada rekan-rekannya bahwa beliau ingin ke luar negeri. Sontak omongan itu menjadi bahan tertawaan bagi teman-temannya yang lain. Tapi anehnya, Bang Fadly justru semakin bersemangat untuk mengejar impiannya ini. Dengan modal doa dan tekad baja, di tahun yang sama, Bang Fadly berhasil menginjakkan kakinya di Vancouver, Kanada, untuk mengikuti pendidikan non gelar disana selama satu tahun. Maka praktis, cukup beberapa bulan untuk membuktikan apa yang selama ini orang lain tertawakan! Selama satu tahun disana, beliau menimba ilmu tentang bahasa prancis. Bagaimana kuliahnya di UNTAN? Ditinggal. Udah, gitu aja. Enteng banget yak. Hehe.
Satu tahun selepas dari Kanada, beliau mendapat kesempatan belajar Japanese Lietheracy di Hokkaido University dengan progam setara diploma satu. Satu tahun di Jepang, beliau kembali ke Indonesia. Apa yang beliau lakukan? Beliau datang ke Universitas Tanjung Pura, menanyakan status kemahasiswaannya, dan ternyata, masih berlaku! Detik itu pula, beliau memutuskan untuk melanjutkan studinya yang pernah berjalan satu tahun disana.
Sejak saat itulah kecemerlangan seorang Bang Fadly benar-benar terlihat. Bayangkan saja, hampir setiap tahun beliau selalu memegang posisi Top Level Manager di setiap UKM yang dia ikuti. Mulai dari presiden mahasiswa UNTAN, Ketua BKMI (Badan Kerohanian Mahasiswa Islam) UNTAN, sampai ke Ketua Pusat Komunikasi Daerah (Puskomda) FSLDK Kalimantan Barat.
Tidak berhenti sampai disitu, beliau juga mendirikan dua lembaga Akademik dan Profesi (Akpro) di dua fakultas, yakni KOTAK PENSIL di FMIPA dan FORMASI di Fakulas Ekonomi. Yang terakhir ini yang menarik. Jadi, lembaga profesi yang beliau dirikan ini bertujuan untuk meningkatkan kultur keilmiahan mahasiswa FE UNTAN. Bagaimana ceritanya beliau bisa berkarya di Fakultas Ekonomi? Ternyata beliau kenal akrab dengan Pembantu Dekan III Fakulas Ekonomi. Nah, kemudian Bang Fadly dan PD III FE UNTAN waktu itu berusaha agar gimana caranya kultur keilmiahan mahasiswa FE saat itu menjadi tumbuh. Maka, mereka berdua berbagi tugas. Bang Fadly menjadi pelaksana teknis, PD III yang bertugas ngurusin birokrasi. Lalu mereka bekerja! Sang PD III membuat sebuah aturan yang mewajibkan semua mahasiswa baru FE untuk membuat PKM, dan Bang Fadly dengan FORMASI nya bertugas menjadi pelaksana teknis untuk penyeleksian dan semua yang berkaitan dengan urusan lapangan. Hasilnya luar biasa! Fakultas Ekonomi yang awalnya sepi dengan karya PKM, kini menjadi fakultas yang paling banyak meloloskan karyanya untuk didanai oleh DIKTI. Bahkan ada yang melenggang sampai ke PIMNAS. Jadi praktis, Bang Fadly ini menjadi staff ahli PD III Fakultas Ekonomi. Hebat!
Sisi menarik lain dari Bang Fadly adalah, dengan sekian banyak aktivitas organisasi, IPK beliau waktu lulus adalah 3,89! Praktis, IPK beliau tidak pernah nangkring di bawah 3,5 di tiap semesternya. Padahal, diluar aktivitas organsisasi dan akademik itu, Bang Fadly harus mencari pekerjaan untuk membiayai kuliahnya sendiri. Beliau menjadi pengajar bimbingan privat dengan jadwal yang benar-benar padat. Sore hari selepas kuliah dan menyelesaikan urusan organisasi, beliau harus segera estafetan ke pekerjaan lain: menjadi pengajar les. Ba’da maghrib sampai jam 10 malam beliau mengajar di beberapa tempat. Setelah semuanya beres, beliau baru pulang kembali ke rumahnya. Tentu saat malam sudah benar-benar larut.
Pertanyaannya, mengapa beliau harus repot-repot kayak gitu?
Kata beliau “Ya kalau nggak gini, saya nggak bsia kuliah dek. Hehe”
Qiyamul Layl yang Selalu Bersambung
Saya benar-benar penasaran waktu beliau mengatakan bahwa beliau sanggup tidur jam satu pagi, bangun lagi sebelum subuh dan tidak istirahat di siang hari. Nggak mungkin orang ini nggak punya rahasia. Pasti ada! Awalnya beliau tidak bercerita tentang ini. Tapi akhirnya beliau buka suara juga. Hehe. Beliau mengatakan bahwa salah satu rahasianya adalah Qiyamul Layl atau sholat malam. Bagi beliau, Qiyamul Layl itu adalah kebutuhan primer. Itulah yang menjadi sumber kekuatan dan produktivitas dari waktu-waktu yang beliau lewati. Qiyamul Layl itu memberikan tenaga yang tidak bisa kita jelaskan, tapi benar-benar bisa kita rasakan. Beliau mengatakan, ibarat mobil yang harus diistirahatkan setelah dipakai seharian, maka manusia juga sama. Istirahatnya manusia itu ya di Qiyamul Layl itu. Begitu diistirahatkan disana, kita akan siap untuk melakukan kerja-kerja besar berikutnya. Kalau nggak Qiyamul Layl? Ya kita akan loyo.
Saya sela perkataan beliau “Tapi kenapa ada orang yang udah Qiyamul Layl tapi tetep gampang capek?”
Kata beliau “Mungkin mereka tidak menganggap bahwa Qiyamul Layl itu sebuah kebutuhan utama yang harus dijalani dengan gembira. Mungkin saja mereka merasa terpaksa melakukan itu semua. Coba kalau enjoy, pasti efeknya akan beda. Bagi saya, Qiyamul Layl itu benar-benar menenangkan dan menggembirakan. Qiyamul Layl itu, sesuatu banget. Hehe.”
Tiga sampai lima juz seharian!
Lagi-lagi, waktu saya ngobrol dengan beliau, beliau tidak menceritakan soal ini. Beliau hanya mengatakan “Begitu ada waktu kosong, ya udah langsung aja baca Al-Qur’an”. Sebatas itu. Beliau tidak menyebutkan jumlah ayat atau juz yang bisa beliau selesaikan dalam seharian. Sampai akhirnya ada seorang informan yang memberi tahu saya bahwa Bang Fadly ini dalam sehari bacaqur’annya tidak kurang dari tiga juz. Tiga juz!! Setelah saya cek –dengan sedikit pemaksaan tentunya, hehe- beliau membenarkan. Bahkan, kalau tidak sedang banyak tugas, beliau bisa membaca lima juz seharian! Ini udah bukan ODOJ lagi. Ini ODFJ! Hehe.
Maka sekali lagi, Bang Fadly mengajari kita, bahwa seberapa besar kemudahan yang diberikan kepada kita dalam satu hari, itu sebanding lurus dengan jumlah bacaan alqur’an kita hari itu juga.
Coba kita lihat, aktivitas Bang Fadly selama ini udah bener-bener sebesar gudang penyimpanan cadangan beras indoensia selama lima belas tahun (maaf, ini alay), tapi bagaimana mungkin beliau bisa menghandle semua pekerjaan itu dan selesai tepat pada waktunya?
Second hand! Itulah jawabannya. Ada tangan-tangan lain yang bergerak mengatur urusan Bang Fadly. Saat Bang Fadly beraktivitas, tangan-tangan itulah yang membukakan jalan keluar satu demi satu sampai akhirnya pekerjaan Bang Fadly yang seharusnya terasa berat itu tiba-tiba saja menjadi terasa ringan dan mudah untuk diselesaikan.
Sekali lagi, second hand! Ada malaikat-malaikat Allah yang diperbantukan untuk mengawal segala urusan Bang Fadly. Dan itu terjadi karena beliau terus menerus melantukan bacaan Qur’annya tanpa henti.
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ‘Tuhan kami adalah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan janganlahh kamu takut dan janganlah merasa sedih, dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepada nya.“ (Q.S. Fushilat 41;30)
Setelah Qiyamul Layl yang selalu bersambung, maka sekarang kita belajar tentang lantunan Al-Qur’an yang tak pernah terputus!
Doa Tanpa Jeda
Menarik ketika kita mengikuti perjuangan beliau menjadi warga Bandung. Selepas dari UNTAN, beliau sebenarnya sudah diterima sebagai seorang kepala sekolah di salah satu SMA di kalimantan barat, namun beliau kembali merenungi apa yang ingin beliau lakukan di masa depan. Dan jawaban itu adalah: mengembangkan dakwah kampus sampai mati. Kenapa dakwah kampus? Karena bagi beliau, dakwah kampus lah yang paling strategis mencetak pemimpin-pemimpin terbaik bangsa ini. Oleh karena itu, jika beliau berlama-lama di sekolah, beliau justru akan semakin jauh dari dunia kampus. Maka pilihan berat itu diambil. Beliau mundur dari jabatan barunya, dan melanjutkan ke jenjang S2. Dimana? ITB. Beliau mendaftar, tes, dan diterima! Permasalahan baru muncul. Biayanya bagaimana? Tidak tahu. Beliau juga tidak bisa menjawab itu. Tapi beliau yakin, pasti ada yang bisa menjawab persoalan ini. Siapa? Allah. Maka, beliau berdoa. Berdoa saja. Terus menerus tanpa putus. Dan akhirnya, walau harus memulai kehidupan di Bandung dengan “terlunta-lunta”, kini beliau mendapatkan beasiswa LPDP untuk menyelesaikan pendidikannya disana. Hebat!
Bukankah saat kita butuh, Allah selalu hadir? Dan bukankah ketika Allah telah hadir, semuanya akan berakhir indah? Maka, berdoalah. Katakan pada Allah bahwa kita benar-benar membutuhkan pertolongan-Nya. Agar Dia hadir, dan menjadikan indah segala yang ada di depan mata kita.
Sobat muda @fsldkindonesia.. Kalau kita cermat membaca perjalanan kehidupan Bang Fadly, maka kita akan melihat satu rumus besar yang beliau terapkan dalam kehidupannya: kalau ingin mendapatkan kecemerlangan di dalam urusan-urusan dunia, maka sempurnakanlah urusan akhirat kita! Beliau bisa sebesar itu karena beliau tidak pernah meninggalkan Qiyamul Layl-nya. Beliau secemerlang itu karena tidak pernah putus bacaan qur’annya. Dan lagi, beliau bisa seperkasa itu karena doa-doa yang selalu diucapkannya tanpa jeda. Maka sekarang apa lagi yang perlu dibuktikan? Semua sudah benar-benar nyata, bahwa orang-orang yang dekat dengan Allah, mereka akan menjadi raja untuk urusan dunianya.
Jangan menunggu bukti lebih banyak lagi, tapi jadilah bagian dari bukti itu sendiri!
Oya ada satu lagi yang masih kurang. Sengaja saya sampaikan di akhir agar menjadi penyempurna catatan kegemilangan seorang Fadly Irmawan. Apa itu? Coba catat. Bang Fadly tidak pernah absen menjadi seorang murobbi! Beliau adalah pahlawan-pahlawan mentoring atau liqo atau halaqoh, atau apapun itu kita menyebutnya. Beliau adalah seorang pendidik ulung dari lingkaran-lingkaran kecil itu, karena beliau juga menyadari, bahwa apa yang beliau dapatkan saat ini adalah hasil dari proses pendidikan di mentoring-mentoring seperti itu.
Maka akhirnya, melalui tulisan ini saya ingin mengajak kepada seluruh sobat muda @fsldkindonesia di seluruh penjuru tanah air.. Kalau seorang Fadly Irmawan saja bisa melakukan itu semua, itu artinya kita juga mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan itu semua. Maka, lakukan apa yang telah dilakukan oleh Bang Fadly. Jadilah hebat, jadilah besar, jadilah menawan! Karena aktivis dakwah kampus itu, mereka selalu mempesona sejak dari awalnya!
*Terimakasih kepada:
Aktor LDK.Saya! @Fadlyirmawan
Penulis: @densyukri
Rumah Besar FSLDK Indonesia : fsldkindonesia.org, @fsldkindonesia, FSLDK Indonesia
Edisi Sebelumnya:
– Rian Mantasa, ADK Ber-IPK Sempurna!
– Syayma, Sebuah Mahkota Untuk Orangtuanya
– Puguh, ADK Penjelajah Nusantara

Nasehat pak Wartono rahardjo

Salah satu masalah besar yang dihadapi para pemeta pemula pada hari2 pertama pemetaannya adalah : kebingungan apa yang harus diamati, apa yang harus diukur, apa yang harus difoto, apa yang harus di skets. Semua itu kemudian bermuara pada : dimana harus dibuat Titik (Lokasi) Pengamatan. Teori tentang Metode dan Teknik kerja lapangan sudah banyak diberikan di kelas. Literatur terkait juga sudah tersedia (Compton, 1980 ; Coe, 2010 ; Marjoribanks, 2010). Mungkin saking banyaknya yang harus diingat justru malah semuanya lupa. Untuk menghindari stress yang mungkin terjadi akibat kebingungan tersebut, disini saya berikan suatu checklist di mana suatu Titik (lokasi) Pencatatan itu perlu di buat (pemetaan geologinya masih bersifat umum) :
1. Kontak diantara 2 batuan utama yang berbeda karakternya. Menyusun peta geologi pada hakekatnya adalah penelusuran dan pengeplotan batas. Jadi apabila ketemu kontakLokasinya segera perlu diplot dengan tepat di peta. Kemana larinya kontak tersebut bisa dicari dengan menelusurinya di lapangan, menelusurinya di citra satelit/foto udara atau diperkirakan dari peta top yang digunakan. Tapi harap dicatat bahwa setelah pemetaan berlangsung bisa saja terjadi bahwa tidak semua kontak adalah batas satuan, bisa jadi hanya kontak antara sisipan dengan batuan yang disisipi dsb.
2. Lokasi di mana terjadi perbedaan morfologi yang menyolok. Lokasi tersebut boleh jadi merupakan kontak normal atau tidak selaras dari batuan (sedimen) yang sama atau berbeda macamnya tetapi berbeda kekerasannya ; kontak 2 batuan yang sama atau berbeda jenisnya dimana batas itu berupa sesar, atau intrusi.
3. Lokasi di mana di temukan struktur yang bisa diamati, diukur dan direkam dengan jelas, misalnya sesar, kekar dalam segala bentuknya.
4. Lokasi dimana kriteria 1, 2 dan 3 tidak ada, tapi lokasi tersebut menunjukkan kenampakan singkapan yang bagus, baik mono- ataupun heterolitologi.
5. Lokasi yang menunjukkan adanya potensi geologi (sumberdaya ataupun bencana), baik yang sudah terjadi/diusahakan maupun diduga bakal terjadi / masih berupakan kemungkinan.
6. Lokasi di mana ditempat itu tidak ada singkapan yang memenuhi kriteria 1 s/d 5 tetapi dari situ dapat diamati bentuk / morfologi sekitar, misalnya titik di tengah dataran aluvial, ditengah sawah dimana kenampakan di bukit sekitarnya dapat diamati (dari jauh) maupun direkam dengan sketsa atau foto. Titik lokasi tipe ke 6 ini juga bisa berada ditempat yang tinggi (puncak bukit) dimana morfologi daerah rendah sekitarnya dapat diamati/difoto. Data tersebut nantinya akan menjadi pelengkap uraian geomorfologi daerah yang dipetakan.
7. Setelah pemetaan menjelang selesai, semua titik sudah diplot pada peta lokasi harus segera dilihat apakah kerapatan / penyebaran titik tersebut sudah berimbang, sesuai dengan kekompleksan kondisi geologi dan kondisi topografi tempat itu. Kalau masih ada bagian yang jarak antar titikmnya masih longgar (jarak antara 2 titik masih > 2 cm di peta), perlu dibuat titik lokasi ditempat yang kosong tersebut. Titik ke 7 ini bisa memenuhi salah satu atau kombinasi kriteria 1 s/d 6.
Masih ada kriteria lain ? Silahkan tambahkan. Yang pasti, selama di lapangan tetapkan lokasi pengamatan dengan tepat, baik dengan GPS maupun teknik orientasi medan lain, amati kondisi geologi yang ada dengan baik dan seksama dengan memanfaatkan segala peralatan pengamatan/pengetesan yang dibawa , ukur segala sesuatu yang berdemensi / berarah, deskripsi dengan lengkap mengikuti model/nomenklatur yang benar, ambil contoh yang representatip dan dokumentasikan (skets/foto) secara lengkap dan jelas dan catat semuanya dalam buku/notes lapangan saudara. Lakukan ini untuk setiap titik (pengamatan titik), wilayah antar/sekitar 2 titik amat (pengamatan lintasan) dan setelah lintasan cukup banyak integrasikan hasil pengamatan lintasan itu menjadi pengamatan areal. Tarik garis hubung antar lokasi kontak (kriteria 1) perhatikan arah kontak ditempat yang tidak didatangi dengan mengeceknya pada citra satelit dan.....peta geologi akan terbentuk. Lakukan pekerjaan ini SELAMA MASIH ADA DI LAPANGAN.
Untuk memperoleh keterangan lebih lanjut silahkan lihat pustaka sumber :
Coe, A. L.(ed.), 2010, Geological Field Techniques
Compton, R., 1980, Geology in the Field
Marjoribanks, R., 2010, Geological Methods in Mineral Exploration and Mining

TERTIPU WAKTU🌼

TERTIPU WAKTU🌼
Waktu berlalu begitu halus menipu. Tadi pagi belum sempat dzikir pagi tau2 sudah jam 9.00 pagi. Belum sempat sedekah pagi matahari sudah meninggi.
Rencananya jam 9.30 mau sholat dhuha, tiba2 adzan dhuhur sudah terdengar. Pinginnya sih setiap pagi menghabiskan baca 1 juz Al Qur'an atau minimal surat al Waqi'ah yang hanya 96 ayat. Tapi ya itu, "pinginnya itu" sudah setahun yang lalu dan kebiasaan itu belum terlaksana.
Ada sebenarnya komitmen diri, tidaklah berlalu malam kecuali dengan tahajud dan witir, sekalipun hanya 3 rakaat singkat saja. Dan komitmen itu belum dilaksanakan sejak 2 tahun lewat. Tanpa hukuman diri atas pengkhianatan komitmen dan tanpa perasaan bersalah lebih sehingga harus menangis dalam taubat.
Dulu juga pernah terpikir punya anak asuh, entah yatim apa miskin, yang di santuni tiap bulannya. Ya karena kesibukan lupa merealisasikannya, dan itu sudah berlangsung sekitar 3 tahunan yang lalu...
Akan terus beginikah nasib "hidup" kita menghabis-habiskan umur ?! Berhura-hura dengan usia ?! Tiba2 masuklah usia di angka 30 sebentar kemudian 40 tahun. Tak lama terasa kemudian orang memanggil kita dengan sebutan "mbah.." pertanda kita sudah tua. Uban yang mulai menghias kepala, keriput yang menghias kulit, tenaga yang tidak seberapa.
Menunggu ajal tiba...sejenak mengintip catatan amal yang kita ingat pernah berbuat apa. Astaghfirulloh..tak seberapa, sedekah dan wakaf juga sekedarnya, malah banyakan harta yang kita makan, buat tanah, rumah, usaha dan katanya untuk investasi dan ninggalin anak cucu yang belum tentu mereka suka.
Jika demikian..Apakah ruh tidak melolong menjerit saat harus berpisah dari tubuh..?! Tambahkan usiaku ya Alloh !. Aku butuh waktu untuk beramal dan berbekal ..Belum cukupkah main2mu selama 50 tahun atau 60 tahun ? Butuh berapa tahun lagi untuk mengulang pagi, sore, hari, minggu, bulan dan tahun yang sama ! Tanpa pernah merasa kehilangan untuk menghasilkan pahala di setiap detiknya. Tidak akan pernah cukup 1000 tahun bagi yang terlena...
Astaghfirullah....
How walimatul Ursy versi islam yang baik?
https://www.facebook.com/video.php?v=915199055174790

Sang Murabbi

Murobbi Paru-Paru Tarbiyah
Sungguh tarbiyah adalah nafas bagi kehidupan dakwah ini. “Tarbiyah bukanlah segala-galanya, tapi segala-galanya berawal dari tarbiyah”, pernyataan itulah yang sering dilontarkan para aktifis dakwah. Tarbiyah sebagai nafas bagi kehidupan dakwah membutuhkan alat yang sempurna untuk terus bernafas. Alat yang sempurna itu adalah sang murabbi. Murabbi sebagai paru-parunya tarbiyah, tidak hanya sekedar alat untuk bernafas namun mempunyai fungsi yang besar bagi kehidupan dakwah.
Murabbi adalah seorang qiyadah (pemimpin), ustazd (guru), walid (orang tua) dan shohabah (sahabat) bagi mad’unya (binaanya). Peran yang multifungsi ini menyebabkan seorang murobbi harus memiliki keterampilan, antara lain keterampilan memimpin, mengajar, membimbing, dan bergaul. Keterampilan yang akan berkembang seiring dengan pengetahuan dan pengalaman sang murabbi. Murabbi memiliki peranan lebih khusus karena ia melakukan takwin (pembinaan) yang lebih khusus sifatnya, dia tidak hanya mengukur keberhasilan pembinaan dari untaian materi yang disampaikan tetapi juga bertanggungjawab terhadap perkembangan jasmani, spiritual, dan social mutarobbinya. Namun terkadang hal ini menjadi penghalang seseorang untuk menjadi murabbi. Begitu berat tanggung jawab yang harus dipikul oleh seorang murabbi terkadang membuat kader dakwah mengundurkan diri dari bingkai tarbiyah. Adilkah ketika kita hanya ingin menjadi mutarabi selamanya?………Hanya mau dibina tanpa mau membina!………Tapi dengan keyakinan iman seharusnya masalah ini tidak menjadi kendala ditambah kalau kita menyadari bahwa membina berarti kita telah melaksanakan kewajiban syar’I, menjalankan sunnah Rasul, mencetak pribadi-pribadi unggul, belajar berbagai keterampilan, meningkatkan iman dan taqwa dan merasakan manisnya ukhuwah islamiyah.
Murabbi sebagai seorang qiyadah (pemimpin), ustazd (guru), walid (orang tua) dan shohabah (sahabat) bagi mad’unya (binaanya) tentu harus memiliki karakter yang mampu menggabungkan kelima fungsi tersebut. Tepatnya murabbi dituntut untuk mempunyai karakter yang ideal bagi mutarabbinya. Wah…..menjadi murabbi ideal???, memang bukan pekerjaan yang mudah, tapi bagi seorang kader dakwah menjadi murabbi ideal ada harapan. Lalu bagaimana cara untuk menjadi seorang murabbi ideal???, seperti apa karakter ideal seorang murabbi???.
Seorang murabbi yang ideal mempunyai karakter yang fundamental. Satu, ikhlas, kenapa ikhlas?. Ikhlas adalah langkah awal bagi seorang murabbi untuk membina sebuah halaqah. Banyak hal yang akan dikorbankan oleh seorang murabbi. Korban uang, tenaga, waktu dan pikiran. Jika keikhlasan itu tidak ada mungkin kita segera berhenti dan membubarkan halaqah. Yakinlah bahwa ikhlaslah yang menjadikan segala terasa ringan. Banyak dari kisah para sahabat yang dapat kita jadikan sebagai contoh dari keikhlasan yang sempurna. Salah satunya Khalid bin Walid. Seorang panglima perang islam yang luar biasa. Yang selalu memperoleh kemenangan dengan strategi perang beliau yang tak terkalahkan. Namun di tengah berkecamuknya perang, Khalid bin Walid menerima surat tentang pemberhentian beliau sebagai panglima perang dan digantikan oleh seorang sahabat, Abu ‘Ubaidah.. Tapi subhanallah, beliau membaca surat tersebut dengan tenang ia menyampaikan salam hormat kepada Abu ’Ubaidah bin Jarrah sebagaimana seorang prajurit menyampaikan penghormatan kepada panglimanya. Abu ’Ubaidah bin Jarrah mengira sang panglima sedang bercanda. Setelah ia tahu peristiwa sebenarnya ia mencium kening Khalid karena takjub kepadanya. Demikianlah, Khalid menerima ”pemberhentian” ini dengan ikhlas
Dua adalah menjadi Qudwah, yaitu keteladanan sang murabbi dengan amal perbuatannya yang secara real tampak jelas pada perilakunya, seperti geraknya, diamnya, bicaranya, atributnya, pandangannya dan ibrohnya, seluruh keteladanan itu adalah buah refleksi dari pengaruh keimanan dan pemahaman dalam kehidupan sang murabbi, dalam rangka memberikan pengaruh keteladanan yang baik (Qudwah shalihah) pada saat kemunculannya di tengah-tengah masyarakat. Rasulullah telah mengajarkan kepada kita. Bahwa fatwa memang diperlukan, kata-kata nasihat masih dibutuhkan, namun keteladanan lebih dikenang dan lebih terpercaya untuk diikuti. Bagaimana jika ada seorang murabbi yang sering menasihati agar kita zuhud tapi ia sangat stres ketika kehilangan HP dan ketika mampu membeli HP baru ia memamerkannya dengan wajah yang cinta dunia. Mana yang diikuti mutarabbi?. Kita bisa meneladani kisah salah seorang sahabat yang menjadikan teladan sebagai hal yang harus dimiliki oleh seorang murabbi, Abu Hanifah. Ibnu Al-Mubarrok berkata : ”Pada suatu hari kami berada di masjid jami’. Tiba-tiba ada ular jatuh tepat di dekat Abu Hanifah. Orang-orang pun melarikan diri. Aku lihat Abu Hanifah tetap tenang. Ia hanya mengibaskan ular tersebut, lalu duduk seperti semula.” Coba kita bayangkan kalau Abu Hanifah ketakutan dan ikut lari sebagaimana orang lain. Mungkin orang-orang tidak begitu serius ketika beliau menasihati dan mentarbiyah mereka. Mungkin kewibawaan beliau tidak setinggi setelah peristiwa ini terjadi, setelah mereka benar-benar membuktikan ketenangan sang Imam yang kini lebih populer dengan nama Imam Hanafi.
Tiga adalah faham dan yakin akan fikrah islam, yaitu pemahaman yang sempurna dan menyeluruh terhadap dasar-dasar keislaman, rambu-rambu petunjuknya dan terhadap apa yang akan didakwahkannya. Serta keyakinan yang kuat terhadap fikrah islam. karena seorang murabbi akan mentarbiyah seseorang yang memiliki akal, perasaan dan pemahaman, dan orang tersebut akan merefleksikan apa yang didengar dan diperhatikan dari sang murabbi. Begitu banyak fikrah yang kini juga ikut meyakinkan umat ini akan solusi terhadap problematika kehidupan yang terjadi. Kalau para murabbi kemudian ragu-ragu akan efektifitas dan orisinalitas fikrah tarbiyah, lalu bagaimana dengan para mutarabbinya?
Empat adalah semangat mempelajari ilmu, Manusia ’tunduk’ pada orang yang lebih ’alimInilah sunnah kauniyah yang harus disadari oleh murabbi. Keikhlasan saja tidak cukup. Kecepatan dalam berharakah saja tidak cukup. Betapa banyak halaqah yang kemudian bubar karena mereka tidak yakin dengan kafa’ah syar’i murabbinya. Kader-kader baru itupun kemudian berkesimpulan, ”kalau tarbiyah hanya seperti ini, lebih baik saya membaca buku di rumah” yang lain berkata ”lebih baik mendengarkan pengajian di kaset dan radio”, yang lain berkata ”lebih baik menghadiri majlis taklim harokah lain”. Seorang murabbi ideal harus senantiasa menambah dan mempelajari ilmu agar tidak terjerumus kearah yang sesat dan menyesatkan.
Lima adalah berakhlak mulia, ”Innamal bu’itstu li utammimma makaarimal akhlaaq”. Akhlak mulia adalah hal yang mutlak dimiliki oleh seorang murabbi. Jika seorang murabbi memiliki akhlak yang mulia maka mutarabbinya akan hormat dan kagum kepadanya, sehingga tidak ada halangan yang akan membuat mutarabbi tidak memilihnya sebagai murabbinya.
Enam adalah tidak berhenti beramal, dakwah ini membutuhkan amal nyata untuk menyelesaikan problematika umat dan menunjukkan amalnya kepada Allah, Rasul, dan kaum mukminin. Dakwah ini harus membuktikan diri bahwa ia adalah rahamatan lil ’alamin. Para kadernya harus mampu menampilkan inilah kader qiyadah mujtamal ’muslim negarawan’. Dakwah ’ammah senantiasa diperlukan bahkan perkembangannya harus sebanding dengan pesatnya pertumbuhan halaqah-halaqah. Dan ini tidak cukup hanya sekedar menjadi murabbi. Pada saat yang sama kita adalah aktifis dakwah, aktifis harokah. Jika murabbi berhenti beramal bagaimana dengan mutarabbinya, bagaimana bisa melahirakan generasi-generasi unggul yang akan menyelesaikan problematika umat ini.
Tujuh adalah takwiner. Lebih dari sekedar motivator. Seorang murabbi bukan sekedar motivator. Ia adalah guru, orang tua, sekaligus sahabat yang memiliki tugas besar membentuk mutarabbi mencapai muwashshofat kader dakwah. Tugas yang sangat berat dan perlu untuk dilakukan dengan penuh kesungguhan, sabar, do’a, dan tawakal. Maka, seorang murabbi pun perlu mendoakan mutarabbinya setiap ia shalat malam agar dijaga oleh Allah dan ditingkatkan iltizamnya serta menjadi kader dakwah yang mencapai muwashshofatnya.

“IBU, AKU TIDAK MAU JADI PAHLAWAN, AKU MAU JADI ORANG YANG BERTEPUK T ANGAN DI TEPI JALAN.”

“IBU, AKU TIDAK MAU JADI PAHLAWAN, AKU MAU JADI ORANG YANG BERTEPUK T ANGAN DI TEPI JALAN.”

Di kelasnya ada 50 orang murid, setiap kenaikan kelas, anak perempuanku selalu mendapat ranking ke-23. Lambat laun ia dijuluki dengan panggilan nomor ini. Sebagai orangtua, kami merasa panggilan ini kurang enak didengar, namun anehnya anak kami tidak merasa keberatan dengan panggilan ini.
Pada sebuah acara keluarga besar, kami berkumpul bersama di sebuah restoran. Topik pembicaraan semua orang adalah tentang jagoan mereka masing-masing. Anak-anak ditanya apa cita-cita mereka kalau sudah besar? Ada yang menjawab jadi dokter, pilot, arsitek bahkan presiden. Semua orangpun bertepuk tangan.
Anak perempuan kami terlihat sangat sibuk membantu anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya. Didesak orang banyak, akhirnya dia menjawab:..... "Saat aku dewasa, cita-citaku yang pertama adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, menari lalu bermain-main".
Demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan apa cita-citanya yang kedua. Diapun menjawab: “Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang”. Semua sanak keluarga saling pandang tanpa tahu harus berkata apa. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.
Sepulangnya kami kembali ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak hanya menjadi seorang guru TK?
Anak kami sangat penurut, dia tidak lagi membaca komik, tidak lagi membuat origami, tidak lagi banyak bermain. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti. Sampai akhirnya tubuh kecilnya tidak bisa bertahan lagi terserang flu berat dan radang paru-paru. Akan tetapi hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja rangking 23.
Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak memahami akan nilai sekolahnya.
Pada suatu minggu, teman-teman sekantor mengajak pergi rekreasi bersama. Semua orang membawa serta keluarga mereka. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan kebolehannya. Anak kami tidak punya keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan sangat gembira.
Dia sering kali lari ke belakang untuk mengawasi bahan makanan. Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat sedikit miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang meluap ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik.
Ketika makan, ada satu kejadian tak terduga. Dua orang anak lelaki teman kami, satunya si jenius matematika, satunya lagi ahli bahasa Inggris berebut sebuah kue. Tiada seorang pun yang mau melepaskannya, juga tidak mau saling membaginya. Para orang tua membujuk mereka, namun tak berhasil. Terakhir anak kamilah yang berhasil melerainya dengan merayu mereka untuk berdamai.
Ketika pulang, jalanan macet. Anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku membuat guyonan dan terus membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia mengguntingkan berbagai bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan. Sampai ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio-nya masing-masing. Mereka terlihat begitu gembira.
Selepas ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku. Pertama-tama mendapatkan kabar kalau rangking sekolah anakku tetap 23. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang terjadi. Hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu SIAPA TEMAN SEKELAS YANG PALING KAMU KAGUMI & APA ALASANNYA.
Semua teman sekelasnya menuliskan nama : ANAKKU!
Mereka bilang karena anakku sangat senang membantu orang, selalu memberi semangat, selalu menghibur, selalu enak diajak berteman, dan banyak lagi.
Si wali kelas memberi pujian: “Anak ibu ini kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu”.
Saya bercanda pada anakku, “Suatu saat kamu akan jadi pahlawan”. Anakku yang sedang merajut selendang leher tiba2 menjawab “Bu guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.”
“IBU, …..AKU TIDAK MAU JADI PAHLAWAN, …. AKU MAU JADI ORANG YANG BERTEPUK TANGAN DI TEPI JALAN.”
Aku terkejut mendengarnya. Dalam hatiku pun terasa hangat seketika. Seketika hatiku tergugah oleh anak perempuanku. Di dunia ini banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi seorang pahlawan. Namun Anakku memilih untuk menjadi orang yang tidak terlihat. Seperti akar sebuah tanaman, tidak terlihat, tapi ialah yang mengokohkan.
Jika ia bisa sehat, jika ia bisa hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hatinya, BIARLAH ANAK2 MENJADI SEORANG BIASA YANG BERHATI BAIK & JUJUR....

KE MANAKAH KITA BERHIJRAH

KE MANAKAH KITA BERHIJRAH?


Tidak ada hijrah yang mudah. Hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah pada 23 September 622 adalah ‘percobaan’ ketiga setelah dua peristiwa hijrah sebelumnya, ke Abisina tahun 615 dan ke Thaif yang tak mendapatkan sambutan yang ramah.
Pun perjalanan hijrah itu sendiri bukan sesuatu yang gampang. Bayangkan saja sebuah perjalanan sepanjang 250 mil, di bawah terik matahari jazirah, melalui jalur yang tak biasa di tengah gurun pasir, dengan perbekalan dan ‘alat transportasi’ seadanya. Nabi Muhammad SAW waktu itu hanya ditemani sahabat karibnya, Abu Bakar Assidiq yang seorang saudagar, bukan pendekar; Sementara keduanya harus terus-menerus menghindar dari ancaman musuh yang selalu memburu dan ingin membunuh mereka berdua.
Apakah segalanya berjalan mulus-mulus saja ketika Sang Nabi telah tiba di Madinah? Kita membaca sejarah bahwa penduduk Madinah, kaum Muhajirin dan Anshar, menyambut kedatangan Nabi dengan penuh sukacita setibanya di sana. Namun sebenarnya itu sambutan selamat datang saja… Setelah itu, Nabi harus menghadapi masa transisi yang sulit juga, perlu kerja dan kesabaran ekstra untuk menjalani semuanya.
Kemenangan di perang Badar mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat Madinah dan memperkuat posisi Nabi sebagai pemimpin lintas-suku di sana. Itu modal politik yang penting bagi Nabi sebagai pemimpin baru. Tapi kekalahan di perang Uhud mau tak mau menyurutkan kepercayaan itu. Namun, Sang Nabi tak berhenti di sana. Dengan penuh strategi, kesabaran, dan kerja keras, Nabi kembali memperkuat posisinya sebagai pemimpin yang menjanjikan setelah berhasil mengadang serbuan Mekah ke Madinah dalam perang Khandak. Secara jenius, berkat saran Salman Alfarisi, Nabi menggali parit di sekeliling kota untuk menghentikan serangan Musuh dengan cara yang tak biasa namun begitu jenius.
Delapan tehun setelah peristiwa hijrah. Catat ini baik-baik, delapan tahun setelah peristiwa hijrah, Nabi bisa menaklukkan Mekah dalam peristiwa Futuh Makkah. Dalam delapan tahun itu tentu saja ada proses yang panjang dengan berbagai dinamikanya. Di sanalah Nabi mulai melihat ‘kemenangan yang nyata’, sebagaimana digambarkan dalam surat An-Nashr, ketika masyarakat Mekah berduyun-duyun masuk Islam (yadkhuluuna fii diinillahi afwaja).
Lalu, apa yang bisa kita refleksikan dari peristiwa hijrah Nabi itu?
Pertama, bahwa hijrah memang sesuatu yang tak mudah serta membutuhkan pengorbanan yang besar. Jika kita masih merasa ‘baik-baik saja’, bisa jadi kita belum ‘berhijrah’. Hijrah selalu mensyaratkan perubahan signifikan yang mungkin membuat kita ‘sakit’, menderita, dicibir, dihujat, atau harus menghadapi ‘masalah’ yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Tapi, dalam situasi semacam itulah kita ditempa sebagai manusia—yang jika kita bisa melewatinya maka kita akan sampai di Madinah kita masing-masing. Disambut dengan penuh suka cita oleh kebahagiaan kita sendiri yang tak bisa dilukiskan dengan apapun saja.
Kedua, meski kita sudah melakukan hijrah, meski kita sudah sampai di Madinah kita masing-masing, boleh jadi segalanya tak seperti yang kita bayangkan sebelumnya. Kita berhijrah dengan harapan menginginkan kehidupan yang lebih baik, lebih tenang, lebih sejahtera, tapi bisa jadi semuanya tak seperti yang kita kira. Sampai di Madinah saja tidak cukup. Di sana kita harus melewati masa ‘transisi’, menegosiasikan kebiasaan-kebiasaan lama kita dengan berbagai situasi yang serba baru di depan mata. Menghadapi semua tantangan dengan penuh semangat dan keyakinan. Tentu saja dibutuhkan kesabaran, kerja keras, dan strategi cerdas untuk menjalani fase transisi ini.
Ketiga, buah dari kesabaran, kerja keras, dan visi strategis itulah yang akan mengantarkan kita kepada ‘kemenangan yang nyata’. Namun, jangan lupa, hijrah bukan satu-satunya syarat untuk mencapai ‘futuh mekah’… Di sana ada proses. Proses yang tidak mudah dan tidak sebentar. Nabi saja membutuhkan waktu delapan tahun. Hanya ketika kita sudah melewati semua proses itulah maka pertolongan dan kemenangan yang dikirimkan Allah akan datang (idza jaa-a nashrullahi wal-fath).
Lalu, ke mana kita harus berhijrah? Berhijrahlan dari situasi yang membuatmu tidak bahagia ke situasi yang akan membahagiakanmu. Berhijrahlah dari individu yang malas menjadi individu yang bertekad mewujudkan mimpi-mimpinya. Berhijrahlah dari seorang suami atau istri yang biasa-biasa saja, menjadi suami atau istri paling istimewa bagi pasangannya. Berhijrahlah sebagai seorang anak, orangtua, teman, sahabat, pegawai, pengusaha, atau siapa saja dari kondisi yang sekarang ke arah yang lebih baik lagi—dan lebih baik lagi. Berhijrahlah dari seorang manusia biasa-biasa saja menjadi seorang manusia terpuji (Muhammad) yang memiliki nilai-nilai kemuhammadan dalam dirinya.
Selamat tahun baru Islam, 1 Muharam 1437 H. Selamat berhijrah. Selamat menemukan Madinah-mu masing-masing, selamat merancang Futuh Makkah-mu sendiri.

FAHD PAHDEPIE